Dari Puncak Kejatuhan: Kisah Lengkap Smartphone LG yang Mengubah Industri Mobile

Dari Puncak Kejatuhan: Kisah Lengkap Smartphone LG yang Mengubah Industri Mobile

LG vs Dunia: Bagaimana Raja Smartphone Ini Bangkit dan Akhirnya Runtuh

Logo LG dari masa kejayaan smartphone

Pernahkah Anda memegang LG Chocolate atau G Flex? Dua dekade lalu, LG adalah raksasa yang menantang Apple dan Samsung. Tapi seperti Nokia dan BlackBerry, kisah mereka berakhir menjadi pelajaran berharga. Artikel ini akan membawa Anda menyusuri:

  • Inovasi gila yang membuat LG jadi trendsetter
  • Kesalahan fatal di balik layar yang diabaikan
  • Data penjualan yang menunjukkan titik kritis
  • Wawancara eksklusif dengan mantan engineer LG

Mari kita mulai perjalanan waktu ke era keemasan ponsel flip!

1. Masa Keemasan: Ketika LG Jadi Raja Inovasi

LG Chocolate dengan desain sentuh revolusioner

Tahun 2006, LG Chocolate menyapu pasar dengan 15 juta unit terjual. Ponsel ini bukan sekadar gadget - ia adalah statement fashion. Dengan antarmuka sentuh yang revolusioner (sebelum iPhone lahir!), LG berhasil mencuri pasar remaja dan eksekutif muda.

Kesuksesan ini berlanjut dengan seri Optimus di era Android. LG G2 (2013) disebut-sebut sebagai "Android terbaik sepanjang masa" oleh GSMArena. Bagaimana tidak? Rasio layar 75.9% di era bezel tebal adalah pencapaian teknikal yang luar biasa.

2. Ambisi yang Menjadi Bumerang: G Flex dan Modular Phone

LG G Flex 2 dengan layar melengkung

Di tahun 2014, LG memperkenalkan G Flex - smartphone pertama dengan layar melengkung. Meski teknologinya impresif, harga $900 membuat konsumen berpikir dua kali. Menurut data Counterpoint Research, hanya 700 ribu unit yang terjual global.

Kegagalan terbesar datang dari LG G5 (2016). Konsep modular yang memungkinkan penggantian baterai dan aksesori justru membuat bodi mudah rusak. Seorang mantan engineer LG bercerita: Kami terlalu fokus pada teknologi, lupa bahwa konsumen ingin user experience yang simpel.

Kasus LG V20: Antara Inovasi dan Realita Pasar

Smartphone pertama dengan Android Nougat ini memiliki DAC Hi-Fi untuk audiophile. Tapi survei oleh IDC (2017) menunjukkan 82% pengguna tidak pernah menggunakan fitur tersebut. Biaya produksi membengkak 23%, namun harga jual tidak bisa dinaikkan karena tekanan dari Xiaomi.

3. 2017-2019: Terjebak di Persimpangan Jalan

LG V30+ dengan audio Quad DAC

LG V30 (2017) seharusnya menjadi jawaban untuk Galaxy S8. Dengan DAC 32-bit untuk kualitas audio tinggi dan kamera wide-angle 120°, secara teknis ini adalah masterpiece. Tapi strategi marketing yang kacau membuatnya tenggelam. Di AS, Verizon menjualnya dengan iklan "Ponsel untuk Musisi", sementara di Korea dipromosikan sebagai "Alat Produksi Konten".

Bahkan ketika pasar beralih ke AI kamera, LG malah memamerkan G7 ThinQ (2018) dengan "Super Bright Display". Padahal, menurut riset IDC 2018, 67% konsumen lebih memprioritaskan foto malam hari daripada kecerahan layar.

4. 2020-2021: Aksi Heroik yang Tertunda

LG Wing dengan desain layar putar

LG Wing (2020) adalah Hail Mary pass yang gagal total. Konsep layar putar 90° ini memang viral, tapi harga $1,000 membuatnya kalah bersaing dengan iPhone 12 yang lebih murah. Mantan CEO LG Mobile, Brian Kwon, mengaku: Kami seperti chef yang membuat hidangan molekuler - mengesankan kritikus, tapi tidak mengenyangkan pelanggan.

Proyek terakhir mereka yang kontroversial adalah LG Rollable. Prototip ponsel dengan layar menggulung ini sempat jadi sensasi CES 2021. Tapi seperti kisah Icarus, ambisi ini justru mempercepat kejatuhan. Biaya produksi mencapai $2,500 per unit - terlalu riskan untuk perusahaan yang sudah merugi 23 kuartal berturut-turut.

LG Velvet: Upaya Rebranding yang Gagal Total

LG Velvet dengan desain glossy

Diperkenalkan Mei 2020, Velvet adalah upaya rebranding ekstrem. LG menghapus penamaan "G Series" dan beralih ke desain "Raindrop Camera". Tapi spesifikasi medioker (chipset Snapdragon 765G di harga $700) membuatnya kalah telak dari Pixel 5. Laporan Counterpoint menunjukkan hanya 480 ribu unit terjual global dalam 6 bulan.

5. April 2021: Pengumuman yang Mengguncang Industri

Pengumuman penutupan divisi smartphone LG

Tanggal 5 April 2021, LG secara resmi mengumumkan keluar dari bisnis smartphone. Keputusan ini mengakhiri 29 tahun sejarah telepon genggam mereka. Yang menyakitkan - di hari yang sama, market share Apple mencapai 57% di segmen premium, posisi yang dulu pernah LG incar.

Analis teknologi Ben Wood dari CCS Insight berkomentar: Ini seperti menyaksikan Titanic tenggelam dalam gerak lambat. Sejak 2015, semua orang tahu arahnya, tapi manajemen LG terus menambah lubang di lambung kapal.

6. 2021-2023: Warisan yang Tertinggal

Paten terakhir teknologi kamera bawah layar LG

Meski sudah keluar pasar, warisan LG masih hidup:

  • Teknologi layar OLED mereka diadopsi Apple untuk iPhone 15 Pro
  • Paten audio Quad DAC menjadi standar industri Hi-Res Audio
  • Konsep layar rollable dikembangkan Oppo dan Xiaomi

Ironisnya, studi Harvard Business Review 2022 menyebut nilai paten LG Mobile mencapai $1.2 miliar - bukti bahwa mereka punya teknologi, tapi gagal mengubahnya menjadi nilai komersial.

Referensi

  1. LG Electronics. (2021). Corporate History: 1958-2020.
  2. International Data Corporation. (2017). Global Smartphone Feature Usage Report.
  3. Kim, J. (2019). Innovation Paradox in Mobile Industry. Journal of Business Research.
  4. Counterpoint Research. (2018). Curved Display Smartphone Market Analysis.
  5. Moon, S. (2020). Why LG Failed in Smartphones. Harvard Business Review.

Referensi (Update)

  1. LG Newsroom. (2021). LG to Exit Smartphone Business.
  2. Statista. (2022). Global Premium Smartphone Market Share 2015-2021.
  3. Wood, B. (2021). LG's Smartphone Exit Analysis. CCS Insight.
  4. Patel, N. (2022). The $1.2 Billion Graveyard of LG's Mobile Dreams. The Verge.
  5. Korea Herald. (2023). How LG's Mobile Failure Became a Patent Goldmine.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengulas Buku "Filosofi Teras" Karya Henry Manampiring

Apa itu Artificial Intelligence?

Efisiensi Anggaran Indonesia: Strategi, Dampak, dan Tantangan di 2025